MAULID NABI SAW POTRET MODERASI BERAGAMA


Salewangang Ilmu Maros- “Tania Sokko'na, Tania Manu'na Taniato Tello'na Lettu.
Nakia Lettu'e, Iyanaritu Nyamenna sibawa Pappinyamenna Lao RI punnana Pappinyameng"

Phrase kalimat ini biasanya hangat diperbincangkan masyarakat muslim, saat pelaksanaan ritual upacara hari kelahiran nabi Muhammad Saw yang disebut Maulid Ar Rasul SAW, yang ditandai dengan sedekahan sajian kepada seseorang dalam bentuk anyaman makanan disertai zikir, wirid dan ritual Tertentu, sebagai simbol kecintaan dan persaksian amali kepada Nabi Muhammad Saw.

Secara sederhana dalam terjemahan bebas, kalimat di atas berarti, "Bukanlah bentuk dan warna warni makanan yang sampai, akan tetapi yang sampai adalah nikmat makanan tersebut".

Dalam padanan makna, ada yang berpendapat bahwa konsep di atas juga termasuk bahagian dari pengertian wasilah atau tawassul, yakni "segala hal atau perantara yang dapat menyampaikan serta mendekatkan seseorang kepada sesuatu".
Hal yang dimaksud di sini, adalah misalnya bentuk amalan, dan pendekatan di sini yg dimaksud  kepada pemilik kenikmatan yakni Allah SWT. ( Al-Fairuz Abadi, Qaamuusul Muhiith )

Konsep inipun juga melahirkan nilai dan makna sebagai bentuk kearifan lokal. Dalam Falsafah sufistik,  bahwa tujuan akhir Ubudiyah setiap manusia adalah mencapai kehadiran manifestasi sang Pencipta . Tujuan akhir tersebut ditempuh dengan metode dan strategi beragam. Dan Jalan tempuh tersebut tidak lain adalah tuntunan ( tumpuan ) untuk sampai kepada Sang Penuntun itu, dialah Nabi Muhammad SAW

Berdasarkan hal tersebut, Maka saat ini kita mulai mengeksplorasi potensi diri dan mengeksplorasi jalan jalan itu dengan beragam cara sampai kita menemukan strategi yang tepat untuk sampai kepada tujuan akhir ( Muhammad )

Secara sederhana eksplorasi potensi manusia agar mempunyai cara pandang dan sikap, serta praktik terhadap jalan-jalan itu sekaligus menjadikan dirinya sebagai cermin esensi tuntunan itu untuk sampai kepada Nabi Muhammad SAW.

Jika Perjalanan menuju kepada Nabi Muhammad SAW sebagai tujuan akhir, sebagai mana para Ahluth Thariqah mengistilahkan sebagai  امتهاءالعابدين, maka  setidaknya, para salik mempunyai dua bentuk kategori perjalanan, yakni Perjalanan syar'i/lahir dan perjalanan takwini/batin.

Secara Irfani, Perlu diketahui bahwa sebagai ummat yang ingin menempuh perjalanan itu, setidaknya memahami dan meyakini akan kehadiran Muhammad selaku sosok sayyidnya wujud dan nabinya akhir zaman, meski secara ruang dan waktu, ia memiliki jarak dengan ummat namun bagi para pesuluk beliau merupakan kehadiran transenden sekaligus immanen.

Dan untuk mengenal kehadirannya adalah dengan bantuan para pengawal agama yang dibawanya dan yang memiliki warisan kenabian selaku pewaris diri beliau.
Tugas dan kewajiban umat manusia adalah mengenal para pewaris itu, supaya mereka bisa terbimbing secara individual, sosial, dan masyarakat. 
Kenapa, karena manusia yang diperkenalkan disini adalah menusia yang mempunyai dimensi zhahir dan dimensi batin serta mempunyai hubungan kokoh dan tidak terpisahkan.

Beliau adalah cerminan mikrokosmos yang juga terkandung makrokosmos, sebab dalam dirinya terhimpun seluruh sifat dan karakteristik alam semesta, dari alam materi hingga alam non materi.

Beliaulah yang dapat menampung seluruh hakikat realitas. Sebab dirinya merupakan manifestasi dari nama Allah Swt, sementara di dalam nama Hak Swt ini terkandung seluruh nama-nama lainnya. 

Hakikat kesempurnaannya (Insan Kamil) berada dalam seluruh tingkatan manifestasi, mulai dari alam materi, alam mitsal, alam akal, hingga maqam wahidiyah dan bahkan sampai pada maqam ahadiyah.

Berdasarkan kajian di atas, maka dapat ditarik sebuah benang merah bahwa setiap bentuk kearifan lokal memiliki daya nilai akulturasi sehingga menjelma sebagai sebuah tatanan kehidupan di setiap daerah.

Pada prinsifnya sebuah prilaku ritual, bisa saja menjadi pola bentuk sikap karena memiliki alasan dan dasar kultur histori. Bahkan menjadi sebuah alat pemersatu bagi masyarakat lingkungannya.

Tugas manusia adalah  mengeksplorasi dan membangun nilai kultur itu sehingga menjadi tatanan di tengah masyarakat. Tatanan tersebut kemudian lahir menadi aturan hidup karena diuji dengan lahirnya perpaduan varian kesukuan, kebahasaan dan kepercayaan. Proses asimilasi inipun melahirkan Tujuan yang sama, yakni bagaimana mengenal makna dan hakikat ketunggalan itu, sehingga lahirlah prinsif hidup bahwa meski berada dalam keragaman ( plurality ) namun tujuannya adalah keesaan, meski berbeda-beda tapi tujuan tetap satu.

Berdasarkan argumen inipun pada gilirannya dapat menstimuli lahirnya sebuah moderasi dalam menata kehidupan manusia, sebut saja moderasi beragama.

Moderasi inilah nantinya menjadi barometer terciptanya harmonisasi kehidupan  bermasyarakat karena memadukan nilai agama dan kearifan lokal.

Dalam sebuah sinopsis Karya Ilmiah berjudul MODERASI BERAGAMA, Muhammad Yahya T berkata: 'Moderasi beragama adalah jalan tengah di tengah keberagaman beragama. Wajah moderasi beragama nampak dalam hubungan harmoni antara agama dan kearifan lokal (local value). 

Local Value lanjut Penghulu Professional Kemenag Maros ini adalah sebagai warisan budaya Nusantara, mampu disandingkan secara sejajar sehingga antara spirit agama dan kearifan budaya berjalan seiring, tidak saling menegasikan.

Dengan Moderasi Beragama,  kata Kepala KUA Kec Cenrana Maros ini, akan menggambarkan wajah agama di Indonesia dipandang sangat tepat diterapkan dalam konteks heterogenitas budaya di seluruh kawasan dunia. Di samping itu Peran pemerintah dalam membangun moderasi beragama dan menjaga kebersamaan ummat juga sangat penting sehingga seluruh elemen harus mengambil bagian dalam tugas tersebut'.( M. Yahya Tiro, MODERASI BERAGAMA ).

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa:
pertama, nilai kearifan lokal lahir, karena memiliki alasan dan dasar kultur histori.
Kedua, Tugas manusia adalah  mengeksplorasi dan membangun nilai kultur itu sehingga menjadi tatanan di tengah masyarakat.
Ketiga, dengan moderasi beragama, akan mampu menjaga kebersamaan seluruh elemen ummat
Penulis: Syamsir Nadjamuddin, S. Ag ( Penghulu, Budayawan & Praktisi )

Maraji' : 
- Moderasi Beragama, Lukman Hakim
- Moderasi Beragama, Muhammad Yahya T
- Islam Tuhan, Islam Manusia, Haidar Baqier
-  Al-Fairuz Abadi, Qaamuusul Muhiith )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Khutbah Jum'at Syamsir N || Menyembelih Binatang Diri Dengan Hakikatil Muhammadiyah

RASIONALITAS KURBAN: Hancurkan Berhala Cintamu Itu: Sembelilah Dia

MENDEDAH PERNIKAHAN DUA PENGHULU AGUNG: Penghulu Para Washy & Penghulu Wanita Seluruh Alam